Kata Aisyah Ra., “Tidak ada keadaan yang paling
menyusahkan atas diri mayit daripada saat keluar dari rumahnya, anak-anak yang
ditinggalkan berduka cita di belakangnya, dan mereka berkata: Aduh ayah! Aduh
ibu!” dan orang tuanya berkata: Aduh anakku!” Maka kata Rasulullah Saw., “Ini
memang pedih, tapi ada lagi yang lebih pedih dari itu.” Tidak ada kerelaan yang
lebih berat atas mayit daripada saat dia dimasukkan dalam liang lahat dan
dikubur dalam tanah, para kerabat, anak dan kekasihnya meninggalkannya pulang.
Mereka menyerahkan mayit tersebut kepada Allah beserta segala amal
perbuatannya. Setelah itu datanglah malaikat Munkar dan Nakir dalam kuburnya!
Rasulullah Saw. bersabda, “Hai Aisyah, sesungguhnya saat
yang paling berat (menyedihkan) bagi mayit adalah saat masuknya tukang
memandikan mayit ke dalam rumahnya untuk memandikannya, mereka mengeluarkan
cincin pemuda itu dari jari-jarinya, melepas pakaian pengantin dari badannya
dan melepaskan sorban para syaikh dan fuqoha’ (ahli fikih) dari kepalanya untuk
memandikannya. Ketika itu ruhnya memanggil (berseru) saat melihat jasadnya
telanjang dengan suara yang dapat didengar oleh seluruh makhluk kecuali jin dan
manusia, ruh itu berkata: “Hai tukang memandikan, aku memohon kepadamu demi
Allah agar engkau melepas pakaianku dengan pelan-pelan, karena sesungguhnya
saat ini aku sedang istirahat dari sakitnya pencabutan nyawa oleh Malaikat
Maut!” Ketika air dituangkan kepadanya,
ruh itu menjerit: “Hai tukang memandikan! Demi Allah jangan kau tuangkan air
panas, jangan kau gunakan air panas dan jangan pula dengan air dingin,
sesungguhnya jasadku telah terbakar sebab dicabutnya nyawa.” Selesai dimandikan
dan dibungkus kain kafan, ruh itu kembali berseru: “Demi Allah, jangan kau ikat
erat-erat kain kafan di atas kepalaku agar terlihat wajah keluargaku,
anak-anakku dan kerabat-kerabatku, karena saat ini adalah yang terakhir aku
melihat mereka, hari ini aku akan berpisah dengan mereka dan aku tidak bisa
melihat mereka lagi hingga hari kiamat datang.” Mayit dikeluarkan dari rumah,
ruh berseru lagi: “Demi Allah, hai jamaah pengantarku! Jangan tergesa-gesa
membawaku hingga aku berpamitan dengan keluargaku, kerabatku, dan untuk terakhr
kalinya aku melihat rumahku. Hai jamaahku! Aku tinggalkan istriku menjadi janda,
aku tinggalkan anak-anakku menjadi yatim, maka janganlah kalian menyakitinya,
karena hari ini aku keluar dari rumahku dan tidak akan kembali selamanya.
Jangan tergesa-gesa membawaku pergi hingga aku mendengar suara keluargaku,
anak-anakku, karena hari ini aku berpisah dengan mereka sampai hari kiamat.”
Kemudian mayit sudah dikeluarkan dari rumah dan ruh kembali berseru: “Hai
orang-orang yang datang, jangan sampai kalian terbujuk oleh dunia sebagaimana
dia telah membujukku dan mempermainkanku. Ambillah kematianku ini sebagai
pelajaran bagimu. Sesungguhnya aku meninggalkan apa yang aku kumpulkan selama
hidup untuk ahli warisku, dan aku tidak membawa sesuatu apa pun dan atas dunia
Allah manghisabku sedangkan engkau bersenang-senang dengannya dan engkau tidak
mendoakan aku.” Orang-orang mengiring
jenazah dengan tabiat masing-masing, ada yang sedih memikirkan mayit, tetapi
banyak juga yang tertawa riang tidak memikirkan mayit. Sesunggunya mereka
tengah menunggu giliran untuk dipanggil Allah diantarkan ke alam barzah seperti
mayit yang sedang mereka antarkan, tetapi kebanyakan mereka tidak memikirkannya. (Abdurrahim ibn Ahmad al-Qodhiy, Daqoiqu al-Akhbar_Fi
Dzikri al-Jannati wa an-Nari, h 42-45)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar